Header Ads

Hak-hak Pekerja Wanita yang Harus Dipenuhi Perusahaan Menurut Undang-undang

Pertumbuhan jumlah pekerja perempuan naik setiap tahunnya. Bahkan, kalau kita melihat iklan lowongan pekerjaan, ada beberapa spesifikasi jabatan yang khusus ditujukan untuk perempuan.

Karyawan perempuan secara umum dinilai memiliki kelebihan dibandingkan karyawan laki-laki. Terutama dalam hal ketelatenan, ketekunan, kemampuan memperhatikan detail, dan sebagainya; sehingga dapat mendukung performa kerja pada jabatan dan bidang tertentu.

Perusahaan yang mempekerjakan karyawan perempuan perlu mengetahui bahwa mereka memiliki hak-hak yang berbeda dengan karyawan laki-laki. Apa saja hak-hak khusus itu?


1. Hak atas Cuti Haid/Menstruasi

Mengetahui bahwa siklus bulanan perempuan ini sampai diberi hak cuti, mungkin mengagetkan untuk Anda. Namun kenyataannya, pemerintah telah mengatur hak cuti menstruasi dalam perundang-undangan.

Pasal 81 (1) UU Ketenagakerjaan No. 13 Tahun 2003 menyatakan “Pekerja/buruh perempuan yang dalam masa haid merasakan sakit dan memberitahukan kepada pengusaha, tidak wajib bekerja pada hari pertama dan kedua pada waktu haid.”

Yang sering menjadi polemik adalah bagaimana prosedur untuk “memberitahukan kepada pengusaha” itu. Dalam hal ini, sering terjadi karyawan perempuan merasa haknya dipersulit karena perusahaan menuntut adanya surat keterangan dokter. Padahal, jarang sekali seorang perempuan pergi ke dokter hanya karena mengalami mentruasi. Rasa tidak nyaman dan sakit di hari-hari awal menstruasi dialami sebagian besar wanita, sehingga hal tersebut dianggap normal.

Tuntutan perusahaan itu sebenarnya sah-sah saja, jika ketentuan tersebut memang tercantum dan disetujui bersama karyawan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama, sesuai pasal 81 ayat 2 UU Ketenagakerjaan.


2. Hak atas Cuti Hamil dan Melahirkan

Pada pasal 82 ayat 1 UU Ketenagakerjaan No. 13/ 2003 diatur tentang hak karyawan perempuan mendapatkan hak cuti hamil dalam masa kehamilan dan hak cuti melahirkan / cuti bersalin dalam masa persalinan:

“Pekerja/buruh perempuan berhak memperoleh istirahat selama 1,5 (satu setengah) bulan sebelum saatnya melahirkan anak dan 1,5 (satu setengah) bulan sesudah melahirkan menurut perhitungan dokter kandungan atau bidan.”

Meskipun didalam undang-undang tenaga kerja wanita yang hamil telah diatur pembagian waktunya demikian, namun beberapa perusahaan memberi kebebasan karyawannya untuk menentukan sendiri kapan waktu yang diinginkan untuk cuti. Biasanya karyawan perempuan akan memilih mengambil cuti mendekati hari kelahiran. Alasannya agar setelah melahirkan dapat lebih lama merawat bayinya di rumah. Yang perlu diperhatikan oleh HR adalah kesamaan persepsi waktu “3 bulan” antara perusahaan dengan karyawan.  Beberapa perusahaan memperinci artinya menjadi 90 hari kalender dalam peraturan perusahaan agar tidak terjadi kesalahpahaman.


3. Hak Cuti Menyusui

Seiring maraknya kampanye dan kesadaran pemberian ASI ekslusif, sangat penting bagi perusahaan melihat urgensi pemenuhan hak karyawan perempuan untuk menyusui bayinya saat ini. Perusahaan perlu menyediakan tempat laktasi dan memberi kesempatan setidaknya untuk memerah ASI bagi karyawan perempuan pada waktu kerja.

UU Ketenagakerjaan No. 13 Tahun 2003 telah mengatur hal ini, sebagai berikut:

“Pekerja/buruh perempuan yang anaknya masih menyusu harus diberi kesempatan sepatutnya untuk menyusui anaknya jika hal itu harus dilakukan selama waktu kerja.”

Penjelasan pasal 83: Yang dimaksud dengan kesempatan sepatutnya dalam pasal ini adalah lamanya waktu yang diberikan kepada pekerja/buruh perempuan untuk menyusui bayinya dengan memperhatikan tersedianya tempat yang sesuai dengan kondisi dan kemampuan perusahaan, yang diatur dalam peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama.


4. Hak atas Cuti Keguguran

Apabila keguguran kandungan dialami karyawan perempuan, karyawan tersebut berhak untuk beristirahat selama 1,5 bulan atau sesuai dengan surat keterangan dokter kandungan/ bidan. Ketentuan ini tercantum dalam UU Ketenagakerjaan No. 13/ 2003 pasal 82 ayat 2, dan hendaknya ditaati oleh perusahaan.

Istilah keguguran sendiri dalam dunia kedokteran, merupakan kondisi kehilangan janin sebelum janin itu dapat bertahan hidup di luar kandungan, yang diartikan usia janin kurang dari 20 minggu.

Baca Juga
Selain hak-hak khusus untuk karyawati di atas, mereka tetap berhak untuk memiliki cuti yang telah diatur oleh Depnaker. Anda sebagai HR sepatutnya mengetahui hak-hak karyawan perempuan ini; bersikap informatif; bahkan mensosialisasikannya kepada para karyawati. Terlebih, saat ini tersedia HR Software yang memudahkan HR untuk merekam data absensi karyawan, termasuk mengontrol jumlah hari cuti karyawan, mencatat unpaid leave, dan menjadwalkan pola kerja.

Payroll software Gadjian didesain untuk membantu pekerjaan administratif yang dilakukan oleh HR. Bagi perusahaan yang memiliki banyak pekerja perempuan, Gadjian juga dapat memastikan mereka mendapatkan kompensasi dengan tepat. Perhitungan BPJS terutama BPJS Kesehatan yang sangat dibutuhkan oleh karyawati akan menjadi lebih mudah dengan menggunakan Gadjian.

Sumber :gadjian.com

No comments

ADS

Powered by Blogger.